ABSTRAK
Nadiana
Rafika Putri. 2013. Uji Mikroba Bahan Pangan. Laporan Praktikum Mikrobiologi Terapan. Program Studi Pendidikan Biologi, Program Sarjana (S1).
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palembang. Dosen
Pengasuh Susi Dewiyeti, S.Si., M.Si.
Kata Kunci
: Pempek, Media agar NA
Tujuan
praktikum: (1) Untuk mengetahui kualitas dan hieginitas bahan pangan; (2) Untuk
mengetahui ada atau tidak mikroba pada bahan pangan. (2) Uji coba praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
Tanggal 14 desember pukul 09.00 WIB. Parameter yang diamati dalam praktikum ini
adalah jenis, jumlah, warna, bentuk, elevansi, permukaan, diameter, dan tepian
koloni (4) Hasil Praktikum; (1)
Berdasarkan hasil uji coba dan pengamatan yang
telah dilakukan ternyata ditemukan pada pempek terdapat 3 jenis
bakteri berupa
A1 dan B1 dan C1; (2) Pada jenis A1 berjumlah
42 koloni, berbentuk konsentris dengan
tepian berambut, elevasi cembung dan
berwarna putih; (3) Pada jenis bakteri B1 berjumlah 64 koloni, bentuknya tidak beraturan dan
menyebar dengan tepian berambut, elevasi timbul dan berwarna kuning (4) Pada
jenis bakteri C1 berjumlah 378
koloni, bentuknya bundar dengan tepian licin, elevasi datar dan berwarna putih.
A.
PRAKTIKUM
KE : 5
B.
JUDUL :
Uji Mikroba Bahan Pangan
C.
TUJUAN :
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1. Untuk
mengetahui kualitas dan hieginitas bahan pangan
2. Untuk
mengetahui ada atau tidak mikroba pada bahan pangan
D.
DASAR
TEORI :
Mikrobiologi Pangan
Mikrobilogi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan
terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan
mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi
pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan
seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang
menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan. Proses pengolahan dan
pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat mencegah semua perubahan-perubahan
yang merugikan. Contonya, pada makanan-makanan yang telah diawetkan
dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan
pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun
citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum produk pangan
mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan proses
pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah
(Srimurtiar, 2012).
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat
menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada umumnya
dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan
bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna (Srimurtiar,
2012).
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda,
karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat
tersebut akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan,
dan kondisi penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada
setiap produk berbeda dan sangat spesifik (Srimurtiar, 2012).
A.
Faktor Penyebab Pertumbuhan
Mikroba Dalam Bahan Pangan
1.
Faktor Intrinsik (Sifat
Bahan Pangan)
faktor intrinsik atau faktor dalam yang
dapat mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi
sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Faktor ini
meliputi nilai aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH, potensial
redoks, adanya bahan pengawet alamiah atau tambahan dan sebagainya (Srimurtiar,
2012).
a. Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan
makanan dan jenis mikrooganisme khusus yang terdapat didalamnya kan
berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan makanan dengan kadar air tinggi
( nilai aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh semua jenis
mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri dapat
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir (Srimurtiar, 2012).
b. Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0.
Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya
jenis-jenis tertentu saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan
dengan pH yang lebih rendah (Srimurtiar, 2012).
c. Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari
tingkat oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi akan
membantu pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik
seperti Pseudomonas (Srimurtiar, 2012).
d. Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang dominan
didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia
untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan
membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillus yang
membutuhkan banyak zat gizi (Srimurtiar, 2012).
e. Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh
secara alamiah pada bahan-bahan makanan seperti minyak essensial dan tanin pada
bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan dan lizozyme serta avidin pada bahan makanan
dari hewani seperti telur (Srimurtiar, 2012).
f. Struktur Biologis
Strukutr biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian tanaman
berguna untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan makanan (Srimurtiar, 2012).
2.
Faktor
Pengolahan
Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah
mikroorganisme yang dominan dalam bahan makanan yang telah diolah atau
diawetkan. Proses pengolahan seperti pemanasan atau irradiasi dapat membunuh
sebagian atau seluruh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang
tidak tahan terhadap panas dan irradiasi.
Pengeringan dan pembekuan bahan makanan dapat
mengakibatkan kerusakan pada mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Tetapi
beberapa jenis mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan tersebut akan tetap
dapat hidup dan dapat menyebabkan kerusakan bila bahan makanan tersebut
dicairkan (Srimurtiar, 2012).
3.
Faktor Ekstrinsik
(Lingkungan)
Bahan pangan segar atau
makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau
transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhui penyimpanan dan transpor
seperti suhu, kelembaban dan susunan gas, merupakan faktor lingkungan
(ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang terdapat pada makanan
(Srimurtiar, 2012).
4.
Faktor
Implisit
Berbagai mikroba yang
terdapat pada bahan makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jenis
mikro organisme hidup bersama saling menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya
yang satu merugikan pertumbuhan jenis mikrorganisme yang lain
(antagonisme) (Srimurtiar, 2012).
5.
Faktor Makanan
a. Makanan yang mudah rusak, yaitu yang mempunyai aktivitas air
(aw), dan pH yang relatif tinggi (pH>5,3), misalnya
: daging , daging ayam, ikan ,susu dan sebagainya (Srimurtiar,
2012).
b. Makanan yang agak awet, yaitu makanan yang mempunyai pH pertengahan (antara
4,5-6,3) atau telah mengalami proses pengawetan sehingga kadar airnya menjadi agak rendah,
misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis terfermentasi dan
sebagainya (Srimurtiar, 2012).
c.
Bahan makanan yang awet (tahan
lama disimpan) yaitu makanan yang telah diawetkan dengan pengeringan sehingga
kadar airnya (aw) rendah, misalnya dendeng, abon, ikan
asin dan sebagainya (Srimurtiar, 2012).
B.
Pengaruh Proses
Pengolahan terhadap Mikroorganisme
1.
Pengaruh
Pemanasan Terhadap Mikroorganisme
Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba
dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu
diatas suhu maksimum pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin
tinggi suhunya akan semakin tinggi laju kematiannya (lia, 2012).
2.
Pengaruh
Pembekuan Terhadap Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna
untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu
dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang masih
bisa tumbuh dalam substrat tidak beku pada suhu dibawah 150F.
Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi mikroba dan bentuk mikrobia yang
sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora biasanya tidak rusak oleh
pembekuan (lia, 2012).
3.
Pengaruh
Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan
merupakan proses pembatasan air yang digunakan untuk pertumbuhan oleh
mikroorganisme. Hal ini akan menentukan jumlah dan jenis dari mikroorganisme
untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut (lia, 2012).
4.
Pengaruh Pengolahan dengan Garam, Asam, dan Bahan
Kimia Pengawet terhadap Mikroorganisme
a.
Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam
bahan makanan karena garam akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pencemar pada bahan
makanann terutama mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora walaupu dengan
kadar yang sangat rendah (sampai 6%) (lia, 2012).
Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat
dicegah pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan
dikombinasikan dengan suhu rendah (lia, 2012).
b.
Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula
dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi mikroorganisme yang terdapat
dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam konsentrasi yang
tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air yang ada
dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga
kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan mikroorganisme
tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya (lia, 2012).
c.
Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia
pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme
baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya bahan kimia pengawet yang digunakan
bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam jumlah kesil sehingga tidak
membahayakan bagi konsumennya (lia, 2012).
d.
Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi
dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan dari mikroorganisme.
Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang merupakan
radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang dan radiasi
ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek
(lia, 2012).
C.
Produk
Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah bakteri
yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap
bahan pangan yang telah mengalami tahap pengolahan.
Splittstoesser dan Wettergreen (1981) melakukan pengamatan terhadap beku,
melaporkan adanya Enterobacter dan Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di
kebun yang merupakan mikroflora normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak
dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran
oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang sebenarnya
jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai
mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran (Widhialestari,
2012).
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.coli dibandingkan
dengan sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran
jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah
pemanenan sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran
bukan termasuk ke dalam habitat normal E.coli. 3) Kemingkinan
terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan
bakteri yang sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak
akan terdeteksi pada produk sayuran beku (Widhialestari, 2012).
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut
sudah terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh
selama penyimpanan pada suhu simpan yang normal. Pengujian untuk
kualitas keamanan makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri
ini tergolong bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik,
dan juga merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan
keracunan yang bersifat fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme
indicator sanitasi ini yang paling sering dilakukan terhadap makanan kaleng (Widhialestari,
2012).
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah
atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola
hepaticaakan berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran
kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigella sp.,
Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat
mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp.,
Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat
mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun, penanganan dan
pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali
bakteri pembentuk spora (Widhialestari, 2012).
D.
Produk Hasil
Peternakan
1. Daging dan Unggas
Pengujian
mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging unggas biasanya
dilakukan untuk beberapa tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan produk pangan
secara mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi selama
pengolahan, dan 3) Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan
dari pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang
digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan
dan distribusi. Beberapa mikroorganisme indicator pada daging merah dan unggas
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Mikroorganisme Indikator pada Produk Daging dan Unggas
Indikator
|
Mikroorganisme
|
Keamanan
|
Salmonella
|
Staphylococcus aureus
|
|
Clostridium
perfringens
|
|
Clostridia mesofilik
|
|
Sanitasi
|
Total hitungan cawan
aerobik pada suhu 35-37°C
|
Kokiform
|
|
Eschericia coli
|
|
Enterokoki
|
|
Daya tahan simpan
|
Total hitungan cawan
aerobik pada suhu 4-10°C dan 20-30°C
|
Kapang dan khamir
|
|
Bakteri asam laktat
(BAL)
|
|
Pseudomonad
|
Sumber: (Widhialestari, 2012).
2. Makanan Kaleng
Makanan kaleng adalah
produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar tahan lama. Di dalam bukunya
yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food Processing, Prof. Dr. C.R.
Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan secara hermitis (penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, mikrobia atau
bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang sudah lama
dikenal. Makanan yang diawetkan
dengan proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi tidak
dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal (Widhialestari,
2012).
Proses sterilisasi ini
merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan. Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan (Widhialestari, 2012).
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan. Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan (Widhialestari, 2012).
Kerusakan yang lain
dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses
sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung,
tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses
pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk
akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila
kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang
biak dan kelak memproduksi racun (Widhialestari, 2012).
Ada beberapa hal yang
harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium
botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator
keamanan dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang
berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik)
dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan
membentuk spora. Cara hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup
pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya
daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah.
Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu
bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan
saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan
kematian (Widhialestari, 2012).
E.
Indikator
Kebusukan
Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat diketahui
dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang umum terjadi
dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan
terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan,
dan suhu, serta waktu penyimpanan (Widhialestari, 2012).
Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan daging
merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk daging
segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram
negative berbentuk batang seperti Pseudomonad, biasanya
ditetapkan pada suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate
Count Agar (PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang
tidak tembus oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum
di dalam plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan
ini, inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari, PCA dapat
diganti dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium
PCA, bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil (Widhialestari,
2012).
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas secara
vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang ditandai
dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna cairan
daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic pada
produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan
terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber
lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat
diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri
yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh
selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut (Widhialestari,
2012).
F. Proses Pembuatan Pempek
1.
Bahan-bahan
1) Daging
ikan giling halus; yg paling baik adalah ikan Gabus atau Tenggiri, jika tidak
ada, dapat diganti dengan ikan apa saja.
2) Tepung
sagu atau tepung kanji (tapioka)
3) Air
4) garam
halus secukupnya
5) penyedap
secukupnya.
2.
Alat yang digunakan
1) Penggiling
ikan
2) Pisau
3) Baskom
4) Spatula
5) Kuali
6) Panci
7) Kompor
8) Talenan
9) Sendok
3.
Cara Mengolah Ikan
1)
Ikan yang akan di olah,
disiangi dan dibersihkan terlebih dahulu.
2)
Lepaskan kulit ikan dari
dagingnya.
3)
Buang seluruh tulangnya.
4)
Potong kecil, siap untuk
dipirik/digiling.
5)
Simpan hasil gilinag di
freezer, menunggu waktu penggunaan.
Gambar 1. Proses penyiangan ikan
Sumber: Anonim. 2012
Gambar 2. Penggilingan Ikan
Sumber: Anonim 2012
4. Cara
membuat adonan dasar
1.
Keluarkan daging ikan giling dari freezer, cairkan.
2.
Masukkan air es, vetsin, dan garam.
Aduk sampai lengket.
3.
Tambahkan tepung sagu atau kanji sedikit demi sedikit
sambil diuleni/diuli hingga tidak menempel lagi ditangan.
4.
Uleni/Uli adonan sampai rata
5.
Ambil sedikit adonan dasar dan dibentuk sesuai dengan
jenis pempek.
a. Rebus
pempek yang sudah di dibentuk
b. Rebus
pempek sampai pempek mengapung diatas air, pertanda pempek sudah benar- benar
matang
c. Setelah
pempek matang, siap digoreng.
6. Pembungkusan
Bahan Pangan
Pembungkusan ialah seni dan teknologi untuk melindungi dan memelihara kualitas sesuatu barangan semasa dihantar, disimpan atau dipamerkan.
a. FungsiPembungkusan
1) Melindungi barangan dari segi fizikal
2) Menjamin kualitis barangan
3) Memudahkan kerja penghantaran, penyimpanan dan pameranbarangan
4) Menyampaikan maklumat barangan kepada pengguna
5) Mengiklankanmaklumatdanmempromosikanbarangan
b.
Jenis pembungkusan
1)
Barangan lembut atau serbuk
2)
Barangan keras
3)
Barangan cair
4)
Barang bantuk krim atau pelekat
c. Kriteria penting dalam pembungkusan
1)
Warna
2)
Ilustrasi
3)
Mukataip (tipografi)
4)
Penerangan
5)
Logo syarikat, nama dan alamat
6)
Rekaletak
Menurut Landa (1996), sebuah bungkus itu apabila diletakkan di atas ruang pameran untuk jualan secara tidak langsung bersaing dengan jenama atau pembungkusan yang
lain diseblahnya.hanya perlulah menarik, dapat dikenali atau dilihat dengan jelas, bersesuaian dengan kehendak pelanggan dan di pasaran.
E.
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
1.
Waktu
dan Tempat
Waktu :
Sabtu, 14 Desember 2013, Pukul 09.00 WIB
Tempat : Laboratorium FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
2.
Alat
dan Bahan
Alat:
a. Cawan
petri
b. Gelas
kimia
c. Bunsen
d. Sprayer
e. Kapas
lidi steril
Bahan
:
a. Media
NA
b. Alkohol
70%
c. Bahan
pangan berupa pempek goreng
3.
Cara
Kerja
a. Untuk
bahan pangan padat
1. Jepit
dengan pinset bahan pangan lalu usapkan (metode swb) bahan pangan dengan kapas
lidi steril secara aseptis.
2. Goreskan
kapas lidi tadi diatas media NA secara aseptis
3. Bakar
pinggiran mulut cawan petri dengan bunsen
4. Letakkan
cawan petri dengan posisi terbalik dan dibungkus dengan kertas
5. Inkubasi
selama 24 jam amati pertumbuhan mikroba pada cawan petri (jumlah koloni, bentuk
koloni, warna koloni, elevasi koloni, permukaan koloni, tepi koloni, diameter).
b. Untuk
bahan pangan cair
1. Masukkan
kapas lidi steril kedalam bahan pangan cair secara aseptis.
2. Goreskan
kapas lidi tadi diatas media NA secara aseptis.
3. Bakar
pinggiran mulut cawan petri dengan bunsen.
4. Letakkan
cawan petri dengan posisi terbalik dan dibungkus dengan kertas.
5.
Inkubasi selama 24 jam di dalam
inkubator pada suhu 37˚C
6.
Setelah inkubasi 24 jam amati
pertumbuhan mikroba pada cawan petri (jumlah koloni, bentuk koloni, warna
koloni, elevasi koloni, permukaan koloni, tepi koloni, diameter).
- HASIL
DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Praktikum
Tabel 1. Mikroba yang
terdapat pada pempek
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
42
|
Konsentris
|
Berambut
|
Cembung
|
Putih
|
B
|
B1
|
64
|
Tidak
beraturan dan menyebar
|
Berambut
|
Timbul
|
kuning
|
C
|
C1
|
378
|
Bundar
|
Licin
|
Datar
|
Putih
|
2. Pembahasan
a. Berdasarkan hasil uji coba dan pengamatan yang
telah dilakukan ternyata ditemukan pada pempek terdapat 3 jenis
bakteri berupa
A1 dan B1 dan C1.
b. Pada
jenis A1 berjumlah 42 koloni, berbentuk konsentris dengan
tepian berambut, elevasi cembung dan
berwarna putih.
c. Pada
jenis bakteri B1 berjumlah 64
koloni, bentuknya tidak beraturan dan menyebar dengan tepian berambut, elevasi
timbul dan berwarna kuning.
d. Pada
jenis bakteri C1 berjumlah 378
koloni, bentuknya bundar dengan tepian licin, elevasi datar dan berwarna putih.
- KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
uji coba dan pengamatan yang telah dilakukan ternyata ditemukan pada pempek terdapat 3 jenis
bakteri berupa
A1 dan B1 dan C1.Pada jenis A1 berjumlah
42 koloni, berbentuk konsentris dengan
tepian berambut, elevasi cembung dan
berwarna putih.Pada jenis bakteri B1
berjumlah 64 koloni, bentuknya tidak beraturan dan menyebar
dengan tepian berambut, elevasi timbul dan berwarna kuning.Pada jenis bakteri
C1 berjumlah 378
koloni, bentuknya bundar dengan tepian licin, elevasi datar dan berwarna putih.
- DAFTAR
PUSTAKA
Lia, 2012. Uji
Mikrobiologi Bahan Pangan. (Online), (http://liajegeg2.blogspot.
com/, diakses tanggal 24 Desember 201).
Srimurtiat, 2011 Mikrobiologi
Pangan. (Online), (http://srimutiar89.blogspot.
com/2011/07/mikrobiologi-pangan.html, diakses tanggal 24 Desember 2013).
Widhialestari, 2012. Laporan
Praktikum Mikrobiologi. (Online), (http://widhia
lestari.blogspot.com/2012/09/laporan-praktikum-mikrobiologi.html, diakses tanggal 22 Desember 2013).
Anonim,
2012. Resep Pempek Palembang.
(online) (http://tiraikasih.tripod.com/
Resep_Pempek_Palembang.html). Diakses tanggal 23 Desember 2013.
Caharlie,
2012. Pembungkusan Packaging. (online) (http://ermacaharlie. blogspot.com/
2012/06/pembungkusan-packaging.html) Diakses tanggal
25 desember 2013
Rhesma,
2011. Cara Membuat Pempek. (online) (http://rhesma777new.
wordpress.com/2011/06/24/cara-membuat-pempek/)
diakses tanggal 23 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar