ABSTRAK
Nadiana
Rafika Putri. 2013. Mikrobiologi udara. Program Studi Pendidikan Biologi, Program Sarjana (S1).
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Palembang. Dosen
Pengasuh Susi Dewiyeti, S.Si., M.Si.
Kata Kunci
: Udara di AC, Udara Non AC, Udara ruang terbuka
Tujuan
praktikum: (1) Untuk mengetahui ada atau tidak mikroba pada air; (2) Uji coba
praktikum dilaksanakan di Laboratorium Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah
Palembang pada pukul 12.00 WIB; (3) Parameter yang diamati dalam praktikum ini
adalah jenis, jumlah, warna, bentuk, elevansi, permukaan, diameter, dan tepian
koloni; (4) Hasil Praktikum: (1) Jumlah mikroba yang terdapat di ruangan yang
ber AC dengan suhu 25oC tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan
kondisi d ruangan AC yang tertutup sehingga udara di ruangan tersebut tidak
terkontaminasi dengan udara di luar ruangan dan juga karena AC memiliki fungsi
untuk menyaring udara (2) Pada parkiran UMP dengan suhu 28oC hanya
terdapat sedikit mikroba. Hal ini dikarenakan, udara di parkiran memiliki suhu
yang tinggi, akibatnya mikroba yang terdapat di udara tersebut akan mengalami
dormansi, walaupun tidak benar-benar mati. Mikroba tersebut masih dapat hidup
karena menempel pada partikel debu (3) Jumlah mikroba yang terdapat di WC
dengan suhu mencapai 28oC adalah yang paling banyak. Hal ini
dikarenakan kondisi di ruangan tersebut sangat tidak sehat, dimana banyak
terdapat mikroba yang berasal dari orang-orang yang buang air di tempat tersebut
(4) Pada kantin yang memiliki suhu 24oC terdapat cukup banyak
mikroba. Hal ini dikarenakan, di tempat tersebut banyak orang-orang yang
berlalu lalang dan mengobrol. Sehingga udara di lingkungan tersebut
terkontaminasi fari orang-orang yang berada disana. Mikroba tersebut daap
berasal dari percikan air saat mereka berbicara (5) Pada ruangan tanpa AC yang
bersuhu 21oC hanya terdapat kandungan mikroba yang paling sedikit.
Hal ini bisa dikarenakan, pada ruangan tersebut tidak terdapat banyak orang.
Sehingga udaranya tidak terkontaminasi.
A.
PRAKTIKUM
KE : 7
B.
JUDUL :
Mikrobiologi Udara
C.
TUJUAN :
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya mikroba pada udara
D.
DASAR
TEORI :
Mikroba di udara
bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat
mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan
tetesan cairan yang kesemuanya ini mungkin dimuati atau ditempati mikroba.
Untuk mengetahui atau memperkirakn semua akurat berapa jauh pengotoran udara
sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume
udara (Agnipara, 2012).
Bakteri pada umumnya berkembangbiak dengan cara membelah diri, yaitu melalui
pembelahan biner. Setiap tubuh bakteri hanya terdiri atas satu sel kemudian
akan membelah menjadi dua bagian. Setiap sel bakteri yang baru akan memiliki
sitoplasma dan bagian-bagian lain menjadi dua bagian (Agnipara, 2012).
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan bakteri yakni tempratur dengan suhu optimal dari
pertumbuhan bakteri secara umum adalah 27-38 C. Yang kedua kelembaban, yang
ketiga sinar matahari. Bakteri akan tumbuh sangat lambat dan akan terhenti sama
sekali pada medium yang terkena sinar matahari secara langsung dan
terakhiryakni zat kimiawi, dalam keadaan bakteri di lingkungan yang memiliki
zat kimiawi, bakteri akan mengalami kelemahan karena zat kimiawi tertentu
(Agnipara, 2012).
Selain factor-faktor tadi terdapat beberapa factor lain yang kurang mendukung
kelangsungan hidupnya bakteri, yaitu setidaknya aktivitas mahluk hidup dalam
suatu tempat tersebut (Agnipara, 2012).
Dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi berbagai jenis bakteri
akan mengalami suatu kelemahan. Tetapi terdapat beberapa jenis yang dapat hidup
dialam lingkungan yang kurang menguntungkan akan membentuk dinding sel baru
yang kuat yang sering disebut kista. Tubuh bakteri yang terbungkus dengan kista
ini sering disebut spora (Agnipara, 2012).
Perbedaan
hasil dapat menunjukkan adanya perbedaan mikroorganisme itu berada di
lingkungan kampus kita dan dari hasil percobaan yang kita lakukan dapat
mengetahui beberapa banyak jumlah nisbih mikroorganisme yang berada di
udara yang terdapat dalam lingkungan kampus.
Dalam hal
ini memang dibuat unsur kesengajaan karena mencegah terjadinya peristiwa
pengembunan pada tutup cawan petri. Kalau terjadi peristiwa pengembunan
dikhawatirkan akan menetes pada koloni yang diharapkan akan tumbuh (Agnipara,
2012).
Dari percobaan yang telah kita lakukan maka dapat terbentuk dan terbanyak dan
berada di lingkungan manapun juga. Adapun yang mempengaruhi banyak ataupun
sedikitnya jumlah organisme yang terdapat pada cawan petri adalah berbedanya
lokasi, dan suhu yang berbeda, dan juga berdasarkan faktor lain selain faktor
diatas seperti halnya sinar matahari, kelembaban, dan zat kimiawi (Agnipara,
2012).
Koloni cendawan dapat segera dibedakan dari koloni bakteri, koloni cendawan itu
memperlihatkan benang-benang miselium. Koloni bakteri nampak seperti sekelumit
mentega, air susu, atau percikan sari buah yang kental (Agnipara, 2012).
Untuk
mengetahui sifat-sifat morfologi bakteri, maka bakteri dapat diperiksa dalam
keadaan hidup atau keadaan mati. Pemeriksaan morfologi ini perlu untuk mengenal
nama bakteri. Disamping itu diperlukan juga pengenalan sifat-sifat
fisiologinya, bahkan sifat-sifat fisiologi itu kebanyakan merupakan faktor
penentu dalam mengenal nama spesies suatu bakteri (Agnipara, 2012).
Belakangan ini banyak produk-produk
AC elektronik yang menawarkan kemampuaannya untuk membasmi mikroba-mikroba yang
ada di udara. Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk
mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan
dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat
nyaman bagi mikroorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan
kualitas udara ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan yang disebut sebagai sick building syndrome (SBS) atau Tight Building
synfrome (TBS) (Agnipara, 2012).
Banyaknya
aktivitas digedung meningkatkan jumlah polutan dalam
ruangan. Kenyataan ini
menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan
terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh
masyarakat. Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan
secara kontinu dapat mengeluarkan ruangan secara kontinu dapat mengeluarkan
bahan polutan. Jumlah bakteri dan
spora di gedung dengan AC kemungkinan
akan lebih sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai
saat ini hal tersebut masih diperdebatkan (Agnipara, 2012).
Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka kami mencoba melakukan melakukan percobaanuntuk
membuktikan keberaan mikroba di udara serta pengaruh AC terhadap jumlah
mikroba padas suatu ruangan (Agnipara, 2012).
Mikroba di
udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat
mikroorganisme tumbuh, tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan
tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk
mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat
sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara,
namun ada satu teknik kualitatif sederhana Andre, 2012
Menurut Volk
dan Wheeler (1989) dalam Andre (2012) yaitu mendedahkan cawan
hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini,
beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak
bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan
tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni
bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan.
Jumlah dan
macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi,
kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu
mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju
atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan
membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu. Jumlah mikroorganisme
menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada
ketinggian (altitude) yang tinggi (Andre, 2012).
Menurut
Irianto (2002) dalam Ali (2008), jumlah mikroorganisme yang
mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan,
misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan
bersin, dan partikel-partikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes cairan
berukuran besar tersuspensikan, dan dalam “inti tetesan” yang
terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang
memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer;
sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan
hidup selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan lebih lama lagi. Nasib
akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh seperangkat rumit
keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya
matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa mikroorganisme itu, serta
ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di
atmosfer.
- Kandungan
Mikroba di Dalam Udara
Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi
udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi
mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam (Andre,
2012).
a.
Udara di Dalam Ruangan
Tingkat
pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan
orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan
dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut misalnya selama bersin, batuk dan
bahkan saat bercakap-cakap.
Titik-titik
air yang terhembuskan dari saluran penapasan mempunyai ukuran yang beragam dari
mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran
mikrometer yang rendah tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang
berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari
permukaan ini kadang-kadang akan berada dalam udara selama berlangsungnya
kegiatan dalam ruangan tersebut (Andre, 2012).
- Udara
di Luar Atmosfer
Permukaan
bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari sebagian besar mikroorganisme
yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan debu dari tanah, kemudian
partikel-partikel debu tersebut akan membawa mikroorganisme yang menghuni
tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik air memasuki atmosfer dari
permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah lainnya. Di samping itu, ada
banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik lokal maupun regional
mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan mikroorganisme (Andre,
2012).
Contoh udara
tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan.
Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang,
terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang
ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif,
kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif (Andre, 2012).
Contoh
mengenai jasad-jasad renik yang dijumpai di atmosfer kota diperlihatkan pada
tabel berikut:
Tabel 1. Jasad Renik pada Atmosfer
Tinggi (meter)
|
Bakteri (genus)
|
Cendawan (genus)
|
1.500 –
4.500
|
Alcaligenes bacillus
|
Aspergillus macrosporium penicillium
|
4.500 –
7.500
|
Bacillus
|
Aspergillus clasdosporium
|
7.500 –
10.500
|
Sarcina bacillus
|
Aspergillus hormodendrum
|
10.500 –
13.500
|
Bacillus kurthia
|
Aspergillus hormodendrum
|
13.500 –
16.500
|
Micrococcus bacillus
|
Penicillium
|
(Sumber: Irianto, 2002 dalam Ali,
2008)
Contoh udara
tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan.
Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang,
terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang
ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram
positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif (Andre,
2012).
- Komposisi
Udara
Komposisi
baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama.
Walaupun begitu, seiring dengan semakin kompleksnya masalah pencemaran udara,
maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena dalam udara
banyak komponen-komponen baru ataupun asing yang masuk (Andre,
2012).
Dari
data-data yang sudah ada, komposisi baku udara tersebut tersusun oleh
komponen-komponen kimia antara lain, Nitrogen, Oksigen, Argon, CO2,
Neon, Helium, metan, Kripton, N-Oksida, Hidrogen dan Xenon. Akan tetapi selain
komponen-komponen kimia tersebut masih terdapat juga komponen lain yang
bersifat hidup, yang pada umumnya berbentuk mikroba (Andre,
2012).
- Kelompok
Kehidupan di Udara
Kelompok
mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah
bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad
hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun
dalam bentuk generatif (umumnya spora). Menurut Andre (2012), pencegahan kehadiran mikroba baik
secara fisik ataupun kimia yang dapat dilakukan, yaitu:
a.
Secara Fisik
dengan
penggunaan sinar-sinar bergelombang pendek (umumnya sinar UV) sebelum dan
sesudah tempat dipergunakan, ataupun dengan carapenyaringan udara
yang dialirkan ke dalam tempat atau ruangan tersebut. Dengan pemanasan
menggunakan alat yang disebut autoclave yaitu dengan memanaskan pada suhu 121oC,tekanan
15 lbs selama 15 menit. Menggunakan sinar gelombang pendek seperti sinar alpha,
beta, gamma dan UV (Andre, 2012).
b.
Secara Kimia
dengan
penggunaan senyawa-senyawa yang bersifat membunuh mikroba, baik dalam bentuk
larutan alkohol (55-75%), larutan sublimat, larutan AMC (HgCl2 yang
diasamkan), dan sebagainya. Menggunakan asam kuat, menggunakan basa kuat,
menggunakan garam, menggunakan air raksa, menggunakan klor
(Andre, 2012).
c.
Secara
Mekanik (Filterisasi): Dalam
melakukan percobaan ini digunakan media yang memenuhi syarat yaitu, mengandung
nutrisi atau bahan yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Ketika
dilakukan sterilisasi media ini tidak mengalami kerusakan. Media yang digunakan
dalam praktikum terbagi menjadi; Padat, contohnya PDA, NA, Cair, contohnya:
laktosa Broth dan Media semi padat-semi cair (Andre, 2012).
d.
Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai
jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya melalui udara, umumnya
disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila suatu
benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang
terkontaminasi (Andre, 2012).
Adapun
kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad kontaminan antara lain adalah:
1)
Bakteri: Bacillus, Staphylococcus,
Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya.
2)
Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus,
Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya.
3)
Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces,
dan sebagainya.
Banyak jenis dari jamur kontaminan udara yang bersifat termofilik, yaitu
jamur yang tahan pada pemanasan tinggi di atas 800C, misal selama
suatu benda/substrat sedang disterilkan. Ketahanan ini umumnya kalau mereka
sedang berada di dalam stadia/ fase spora. Ini terbukti bahwa walaupun suatu
substrat/media sudah disterilkan, tetapi di dalamnya setelah melewati waktu
tertentu kemudian tumbuh dan berkembang pula bakteri ataupun jamur tanpa
diharapkan sebelumnya (Andre, 2012).
Ruangan tempat pembedahan di rumah-rumah sakit sangat dihindari sekali
kehadiran mikroba kontaminannya. Karenanya ruangan tersbut akan di jaga
kebersihannya sebelum dipergunakan untuk keperluan operasi secara menyeluruh (Andre,
2012).
- Komposisi
Umum Mikroorganisme di Udara
Kemungkinan
lingkungan alami yang paling tidak bersahabat dengan mikroorganisme adalah
lingkungan atmosfer. Sel mikroba berukuran sangat kecil yang tersuspensi dalam
udara dapat terancam kekeringan, rusak karena efek radiasi dari cahaya matahari
ataupun dari aktivitas kimia gas oksigen. Banyak jenis bakteri yang mati ketika
terekspos ke udara terutama dari jenis gram negatif tetapi beberapa jenis mampu
bertahan dan menggunaakan turbulensi aliran udara untuk penyebarannya. Meskipun
begitu tidak ada satu jenis pun yang mampu tumbuh dan berkembang biak dalam
lingkungan atmosfer (Andre, 2012).
Flora
bakteri utama yang mendominasi yaitu bakteri gram positif batang dan kokus yang
sering menjadi pengontaminasi udara yang berasal dari binatang, manusia
atau lingkungan air. Dari bakteri gram positif tersebut terdapat beberapa jenis
yang sering dijumpai yaitu Micrococci dan Corynebacteria (koloni
berpigmen), Bacillus (mampu membentuk endospora dan mempunyai
bentuk koloni besar berwarna putih sampai krem), Streptomyces atau
genus yang berhubungan dengan Actinomycetes (bakteri
berfilamen dan koloni kecil dan timbul/raised) (Andre,
2012).
Beberapa
faktor yang menjadikan jenis-jenis ini mampu bertahan hidup adalah (1)
Pigmentasi pada mikroorganisme dapat membantu melindungi dari radiasi cahaya
tampak maupun UV, (2) Selubung dinding sel yang dimiliki oleh bakteri gram
positif mampu mencegah kekeringan, (3) Pembentukan endosopra dari Bacillus dan
konidiospora dari Actinomycetes menjadikannya resisten terhadap radiasi dan kekeringan
(Ray, 2005 dalam Pradhika, 2010). Bahkan spora dari
genus Streptomycetes terspesialisasi untuk tersebar lewat
udara karena spora kering tersebut terbentuk di ujung filamen berbentuk rantai
dan siap disebarkan angin. Ketika berada di udara bakteri menjadi tidak aktif,
mereka hanya melekat pada partikel debu (Andre, 2012).
Penyebaran
bakteri di udara juga sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel/ tetesan kecil
air. Volume aerosol yang cukup ringan terbawa angin ini lebih besar
dibandingkan dengan sel bakteri sehingga bakteri dapat mudah terlarut
didalamnya dan tersebar di udara. Aerosol dapat terbentuk oleh
kegiatan-kegiatan yang dapat memisahkan dan menyebarkan formasi air seperti
batuk, bersin, semprotan air, cipratan air, dan gelembung udara di dalam air (Andre,
2012).
Spora fungi
dan sel yeast juga merupakan faktor pengontaminasi yang penting. Beberapa jenis
umum jamur yang sering ditemukan dan yang bertanggung jawab terhadap pembusukan
adalah Aspergillus dan Penicilium. Jenis ini tidak mempunyai
mekanisme penyebaran spora secara aktif tetapi mereka memproduksi banyak spora
kecil yang kering sehingga akan beratahan lama dari kekeringan dan radiasi.
Beberapa fungi seperti Fusariummenghasilkan spora yang umumnya
tersebar saat keadaan udara lembab. Saat kelembaban udara (relative
humidity) menurun seperti ketika pergantian malam ke siang,
sporofor Cladosporium akan bereaksi dengan memelintir dan
lepas sehingga tersebar ke udara dan menjadikannya jenis yang sering dijumpai
di siang hari (Andre, 2012).
- Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keberadaan Mikroorganisme di Udara
Keberadaan
mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban
udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, jenis mikroorganisme.
Semakin lembab (banyak uap dan partikel air) maka kemungkinan semakin banyak
kandungan mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang
berada di permukaan. Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi
konsentrasinya dan semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak
jumlah mikroba di udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan
berdampak pada kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi
dapat menaikkan suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air (Andre,
2012).
Aliran udara
yang tinggi juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu.
Pada umumnya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu memiliki
konsentrasi mikroorgansime yang rendah. Selain itu jenis mikroba udara juga
dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Lingkungan
peternakan tentunya memiliki komposisi mikroorganisme udara yang berbeda dengan
lingkungan rumah sakit atau lingkungan produksi minuman ringan (Andre,
2012).
Menurut Andre
(2012) kontaminasi mikroorganisme dari udara dapat dikurangi melalui beberapa
usaha yaitu mengontrol partikel debu dengan menyaringnya, membuat udara positif
dalam ruangan aseptik (udara positif dibuat dengan meninggikan tekanan di suatu
ruang sehingga udara akan selalu mengalir ke tekanan yang lebih rendah),
mengurangi kelembaban udara, dan memasang lampu UV (Andre,
2012).
Pengukuran
konsentrasi mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup maupun terbuka
harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara pernafasan,
jendela dan pintu, letak dan sitem ventilasi, ada atau tidaknya sistem
penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, letak sumber bahan pengontaminan
(sampah, saluran pembuangan, wastafel dll.), AC, tekanan udara dalam suatu
ruang, jumlah orang/ lalu-lalang operator, dan adanya kayu atau bahan berpori (Andre,
2012).
- Berbagai
macam Metode untuk Mengambil Sampel Mikoorganisme di
Udara
Berikut
adalah beberapa macam metode yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip kerjanya
yaitu:
a.
Metode Non Kultur (non-culturable/
non-vialbe air sample dan spore trap)
Menurut Andre
(2012), dasar
metode non kultur adalah dengan menjebak mikroorganisme pada suatu alat
kemudian mikororganisme yang terjebak dihitung secara langsung (saat itu juga tanpa
inkubasi) dengan mikroskop. Dasar teknik ini adalah sama dengan metodeimpaction atau filtration yang
akan dijelaskan kemudian. Cara ini hanya spesifik digunakan untuk menghitung
spora jamur maka disebut juga jebakan spora (Gambar spore trap
sampling dapat dilihat pada gambar 1). Spora yang dihitung tidak
memperdulikan apakah spora tersebut mampu untuk berkecambah atau tidak.
Beberapa
jenis spore trap adalah Air-O-Cell, Allergenco, VersaTrap,
Burkard, Cyclex, Cyclex-d, dan Micro-5 . Cara kerjanya adalah dengan menyedot
udara memasuki alat lalu partikel yang terbawa akan ditumbukkan dengan substrat
sampling yang lengket, kemudian sisa udara keluar lewat lubang. Spora yang
menempel langsung dihitung dan diidentifikasi.
b.
Metode Kultur (Culturable/
viable air sample)
Semua metode
kultur menggunakan suatu media pertumbuhan dapat berupa agar dalam cawan petri
atau agar strips untuk menumbuhkan mikroorganisme yang
terjebak (Andre, 2012).
c.
Metode Pasif
Disebut
dengan metode pasif karena membiarkan partikel udara mengenai sendiri pada
permukaan media pertumbuhan, yakni dapat dilakukan dengan cara Exposure Plate, Cara
pengambilan sampel metode exposure plate adalah dengan
memaparkan cawan /settle plate (umumnya digunakan cawan d=9cm)
berisi media pertumbuhan non selektif ke udara terbuka selama waktu tertentu.
Partikel udara yang mengendap karena gravitasi akan menempel pada permukaan
agar (Andre,
2012).
Pada umumnya
cawan dibiarkan selama beberapa menit selanjutnya diinkubasi pada temperatur
yang sesuai (misalnya 35C untuk Total Countatau 25C untuk Yeast
and Mold). Exposure plate cocok digunakan pada ruangan
tertutup yang aliran udaranya tenang. Metode ini bukan merupakan metode
kuantitatif dan lebih berguna untuk mengetahui kecenderungan jumlah
mikroorganisme di udara secara mudah dan murah. Cara ini bukan tergolong metode
kuantitatif karena tidak dapat dihitung seberapa besar volume udara yang
mengendap dan sangat tergantung kecepatan aliran udara dan diameter cawan yang
dipakai. Selain kekurangan diatas, partikel udara yang sangat kecil dan tidak
cukup berat untuk terendap menjadi tidak dapat terdeteksi dengan metode ini (Andre,
2012).
d.
Metode Aktif
Metode
pegambilan udara secara aktif adalah dengan memaksa udara bergerak memasuki
suatu pipa pada peralatan untuk menjebak partikel yang terkandung didalamnya.
Terdapat tiga prinsip dalam pengumpulan sampel udara secara aktif (Andre,
2012).
1)
Impingement, dasar
teknik ini adalah dengan menjebak partikel
udara saat
gelembung udara dilewatkan dalam cairan. Alat yang biasa digunakan adalah liquid
impinger AGI-30 (ACE Glass,Vineland, NJ). AGI-30 umumnya beroperasi
pada debit aliran 12,5 L/menit dengan 20 ml cairan pengumpul (0,1% pepton
solution+ 0,1 ml anti-foam agent) selama 20 atau 30 menit (Andre,
2012).
Pelarutan
partikel udara dalam cairan terjadi ketika udara ditekan dan bertumbukan dengan
permukaan cairan. Cairan pengumpul dapat berupa air steril atau media
pertumbuhan (pepton) dan jika setelah selesai pengambilan sampel cairan ini
dapat dikultur untuk menghitung mikroorgansime yang ada dengan metode yang
tepat. Beberapa metode untuk mengkultur cairan tersebut adalah dengan mengambil
0,1 ml untukspread plate dengan beberapa kali ulangan atau memakai
metode filtrasi membran dengan ukuran sampel yang sesuai. Jika waktu
pengambilan diperpanjang maka akan memperbesar evaporasi cairan dan dapat
menonaktifkan mikroorganisme yang telah terjebak.
Pengenaan
sel mikoroganisme ke dalam cairan dapat menyebabkan kerusakan sel dan hold
time sampel yang lama akan menyediakan waktu yang cukup untuk
mikroorganisme berkembang biak pada cairan pengumpul berupa media pertumbuhan (Andre,
2012).
Kelebihan
alat ini adalah murah, mudah digunakan, dan portable. Jika debit aliran
udara tidak dapat ditentukan berdasarkan kecepatan pompa dan diameter pipa
penyedot maka cara ini tidak tergolong cara pengambilan sampel kuantitatif
karena satuannya tidak dapat ditentukan dengan jelas. Efisiensi dari AGI-30
akan menurun tajam jika digunakan lebih dari 30 menit karena cairan pengumpul
yang memiliki viskositas rendah dapat terevaporasi dengan mudah. Untuk
mengurangi kelemahan ini telah dirancang alat biosampler dengan cairan
pengumpul dari minyak berupa non-evaporating heavy white mineral oil (kekentalan
lebih tinggi) yang mampu mengumpulkan udara selama 4 jam (Andre,
2012).
Hal ini
memberi keuntungan saat digunakan pada udara yang memiliki sedikit partikel
sehingga dibutuhkan volume sampel udara yang besar. Sebaiknya pelaporan jumlah perhitungan
mikroorganisme menggunakan AGI-30 memakai satuan CFU/m3. Menurut Pepper dan
Gerba (2004), berdasarkan debit aliran udara sebesar 12,5L/menit maka
perhitungannya menjadi.
2)
Impaction
Dasar teknik
impaction adalah dengan menempelkan partikel udara pada permukaan padat media
dengan cara menumbukkannya. Udara masuk ke dalam alat dengaan disedot oleh
pompa lalu Teknik ini biasanya menggunakan media agar padat sebagai substrat
langsung penempelan partikel udara dan secara umum teknik impaction lebih
banyak digunakan karena kelebihan tersebut (Andre, 2012).
3)
Sieve Impactor (six stage Andersen air sampler)
Udara yang
masuk ke dalam alat Andersen air sampler (Anderson Instruments Inc., Smyra, GA)
disedot oleh pompa udara (28,3 L/menit) sehingga udara mengalir dari atas ke
bawah. Alat ini menggunakan 6 tingkatan tumbukan yang bisa memisahkan partikel
berdasarkan ukurannya. Setiap tingkatan diisi oleh satu media pertumbuhan (27
ml) yang berada dalam cawan petri. Semakin tinggi tingkatannya (kebawah) lubang
(setiap tingkat memiliki lubang berjumlah 400) tiap tingkatan akan semakin
kecil (Andre,
2012).
Tumbukan
yang terjadi pada Andersen sampler adalah dengan merubah aliran udara
tangensial yang mendadak atau dengan menabrakkan partikel udara ke permukaan
agar sehingga kelembaman pada pertikel akan menjatuhkannya. Kemudian angin akan
melewati pinggir cawan dan menuju tingkat selanjutnya (Andre,
2012).
Kecepatan
aliran udara yang terjadi semakin ke bawah semakin cepat sehingga secara
bertahap partikel yang tertabrak dan menempel menjadi semakin kecil. Partikel
udara yang besar akan terkumpul pada tingkat 1 dan partikel udara yang tidak
memiliki potensial tumbukan yang cukup akan mengisi tingkat dibawahnya.
Kecepatan tumbukan partikel udara pada permukaan agar sekitar 11m/detik.
Partikel udara yang di benturkan dengan kecepatan seperti ini memastikan bahwa
partikel dengan ukuran lebih dari 1um akan menempel. Oleh karena itu alat ini
disebut juga sieve (ayakan) impactor karena
kemampuan memisahkan ukuran partikel tersebut (Andre, 2012).
Setelah
pengambilan sampel selesai, cawan dapat langsung diinkubasi tanpa perlakuan
apapun. Perhitungan koloni pada tingkat 1 dan 2 dilakukan dengan mata telanjang
atau jika terlalu penuh dilihat dengan mikroskop. Hasil hitungan pada tingkat
3-6 dihitung dengan metode yang sama atau dikonversikan dengan tabel konversi “positive
hole” yang berfungsi sebagai pengoreksi berdasarkan teori probabilitas (Andre,
2012).
Menurut
Andre (2012), tabel konversi ini dibuat berdasarkan anggapan bahwa jumlah
partikel yang bertumbukan dan menempel pada cawan selama proses pengambilan
sampel akan meningkat dan probabilitas beberapa partikel yang melewati lubang
yang sama juga akan meningkat tapi kemungkinan/kesempatan partikel selanjutnya
yang akan melewati lubang kosong (empty hole) atau lubang yang belum
pernah terlewati partikel akan menurun (Andre, 2012).
Misalnya
ketika 9/10 lubang telah terlewati lebih dari 1 partikel maka partikel
selanjutnya yang akan lewat memiliki 1 kemungkinan dari 10 kesempatan untuk
melewati lubang yang belum dilewati (empty hole). Jadi rata-rata 10
tambahan partikel dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah lubang yang terlewati (positive
hole) sebanyak satu. Sebelum semua lubang menjadi positif, kamungkinan beberapa
lubang bisa menerima beberapa partikel dalam sekali lewat (Andre,
2012).
Selain itu
terdapat suatu efek ‘kehilangan’ partikel karena menempel atau terjebak pada
permukaan alat. Contohnya saat aliran udara menuju tingkat selanjutnya
dibelokkan saat melewati antar sambungan dan dibelokkan lagi melewati lubang,
sering dijumpai terdapat kumpulan partikel yang tersangkut pada lubang tersebut
karena kelembaman partikel tidak mampu mengikuti alur udara yang dibelokkan.
Kejadian ini dinamakan wall loss. Wall loss akan mengurangi
efisiensi alat ini (Andre, 2012).
4)
Centrifugal impactor
Centrifugal
sampler menggunakan pola aliran melingkar udara untuk meningkatkan tarikan
gravitasi dalam mendepositkan partikel udara yang disedot ke dalam alat. Alat
yang umum memakai metode ini adalah Cyclone air sampler (pbi International) dan
Coriolis air sampler (Bertin Technologies). Misalnya Cyclone air sampler mampu
menyedot udara dengan kecepatan 1-1400 L/menit (Andre,
2012).
Menurut Andre
(2012). Cara kerja pertama alat ini yaitu udara masuk kedalam alat melalui pipa
dengan sudut tertentu sehingga menimbulkan pola udara tangensial dan udara
disedot oleh pompa pada pipa keluar. Udara masuk akan berputar pada permukaan
corong sehingga dapat dipercepat seiring semakin kecilnya diameter pada corong.
Percepatan ini menimbulkan gaya sentrifugal yang semakin besar sehingga
sedimentasi partikel udara semakin mudah (Andre, 2012).
Pendepositan
partikel terjadi pada ujung corong yang terhubung pada wadah di bagian bawah
berisi cairan pengumpul (collection liquid). Untuk menghitung
mikroorganisme yang masuk ke dalam alat, maka cairan pelarut partikel dianalisa
menggunakan metode yang sesuai. Dalam prakteknya alat yang menggunakan metode
ini tidak mampu memisahkan ukuran partikel dan kurang efisien dalam menjebak
partikel udara (Andre, 2012).
e.
Metode Filtration
Metode ini
menggunakan prinsip menyaring partikel udara berdasarkan ukurannya menggunkan
kertas membran filter. Membran filter biasanya tersedia dalam kaset plastik
sekali buang (Plastic Filter Cassettes) berdiameter 25, 37 atau 47 mm.
Seperti halnya teknik membran filter untuk menyaring cairan, cara ini juga
menggunakan tekanan negatif dari pompa (4 L/menit) untuk menekan udara menembus
kertas membran yang terbuat dari polycarbonate atau cellulose
acetate selama 30 menit (Andre, 2012).
Partikel
udara yang berukuran lebih besar daripada pori membran akan tersaring.
Keunggulan metode filtrasi adalah sangat akurat dalam menangkap partikel udara
namun sangat tidak direkomendasikan untuk menghitung sel vegetatif bakteri
karena kemungkinan besar sel akan mengalami kekeringan dan mati selama
pengambilan sampel berlangsung. Oleh karena itu cara ini lebih tepat digunakan
untuk mendeteksi spora jamur atau endospora bakteri yang resisten kekeringan (Andre,
2012).
Setelah
selesai pengambilan sampel, membran filter dapat dipindahkan kedalam media
pertumbuhan lalu diinkubasi, dapat juga spora dihitung manual dengan bantuan
mikroskop atau kertas membran dibilas dengan cairan pengekstrak (5 ml)
selanjutnya dianalisa memakai metode yang sesuai. Pemilihan diameter membran
filter juga berpengaruh terhadap perhitungan sel yang tertangkap. Untuk
menghitung mikroorganisme dengan konsentrasi rendah maka sebaiknya menggunakan
filter dengan diameter yang lebih kecil (luas permukaan lebih sempit sehingga
meningkatkan densitas sel) untuk membantu menghitung sel di bawah mikroskop.
Contoh air sampler modern yang menggunakan teknik ini adalah Airport MD 8
(Sartorius, Goettingen, Germany).
Airport MD 8
memiliki kecepatan mengambil udara yang dapat diatur yaitu 30, 40, 50 dan 125
L/menit dan menggunakan gelatine membrane filter. Keunggulan gelatine
membrane filter dapat mengurangi kekurangan metode filtrasi dengan
menjaga sel dari kekeringan saat pengambilan sampel yang lama karena gelatin
tetap mempertahankan kelembabannya (Andre, 2012).
Gelatine
membrane filter juga memiliki sifat yang mudah larut sehingga
saat ditempatkan diatas permukaan agar filter akan larut dan meninggalkan sel
sehingga bersentuhan langsung dengan permukaan agar. Alat lainnya yaitu MD 8
Airscan (Sartorius, Goettingen, Germany). Prinsip kerjanya mirip dengan Airport
MD8 tetapi mempunyai sampling headyang terpisah (dihubungkan dengan
selang) dari alat utama. Hal ini dapat mempermudah saat mengambil sampel dengan
titik sampling yang tinggi atau pada daerah tertentu yang kritis (Sartorius
Stedim Biotech) (Andre, 2012).
E.
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
1.
Waktu
dan Tempat
Waktu :
Senin, 16 Desember 2013, Pukul 13.00 WIB
Tempat : Laboratorium FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang
2.
Alat
dan Bahan
Alat:
a. Tip
b. Mikropipet
c. Cawan
petri
d. Gelas
kimia
e. Bunsen
f. Sprayer
g. Batang
L
Bahan
:
a. Media
NA
b. Alkohol
70%
c. Air
sumur daerah pertahanan, Plaju
3.
Cara
Kerja
a. Pipetlah
1 ml sampel air sumur, air sungai, air rawa, air got secara aseptis dengan
menggunakan mikropipet.
b. Tuangkan
diatas permukaan NA dan ratakan dengan dengan batang L secara aseptis.
c. Bakar
pinggiran mulut cawan petri dengan bunsen
d. Letakkan
cawan petri dengan posisi terbalik dan dibungkus dengan kertas.
e. Inkubasi
selama 24 jam didalam inkubator pada suhu 37OC.
f. Setelah
inkubasi 24 jam amati pertumbuhan mikroba pada cawan petri (jumlah koloni,
bentuk koloni, warna koloni, elevasi koloni, permukaan koloni, tepi koloni,
diameter).
F. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Praktikum
Tabel 1. Mikroba
udara yang terdapat di ruangan AC 25 oC
No Koloni
|
Jenis Koloni
|
Jumlah Koloni
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
12
|
Bulat
|
Licin
|
Datar
|
Putih
|
B
|
A2
|
20
|
Tidak
beraturan dan menyebar
|
Berambut
|
timbul
|
Tepian
putih, tengahnya kuning
|
Tabel 2. Mikroba udara yang terdapat pada parkiran UMP dengan suhu 28 oC
No Koloni
|
Jenis Koloni
|
Jumlah Koloni
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
12
|
Bulat
|
Licin
|
Datar
|
Putih
|
B
|
A2
|
20
|
Tidak
beraturan dan menyebar
|
Berambut
|
timbul
|
Tepian
putih, tengahnya kuning
|
Tabel 3. Mikroba udara yang terdapat pada WC dengan suhu 27O C
No Koloni
|
Jenis Koloni
|
Jumlah Koloni
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
86
|
Konsentris
|
Licin
|
Datar
|
Transparan
|
B
|
B1
|
62
|
Filiform
|
Berambut
|
Datar
|
Kuning
|
Tabel 4. Mikroba
udara yang terdapat pada kantin dengan
suhu 24O C
No Koloni
|
Jenis Koloni
|
Jumlah Koloni
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
3
|
Konsentris
|
Berambut
|
Timbul
|
Putih
susu
|
B
|
B1
|
66
|
Bercaban-
cabang
|
Bercabang
|
Datar
|
Transparan
|
C
|
C1
|
12
|
Bundar
|
Licin
|
Cembung
|
Putih
susu
|
D
|
D1
|
6
|
Bercaban-cabang
|
Berambut
|
Seperti
tombol
|
Putih
susu
|
Tabel 5. Mikroba udara yang terdapat pada ruang tanpa AC dengan suhu 21O
C
No Koloni
|
Jenis Koloni
|
Jumlah Koloni
|
Bentuk
|
Tepian
|
Elevasi
|
Warna
|
A
|
A1
|
7
|
Bundar
|
Licin
|
Timbul
|
Agak
kuning
|
B
|
B1
|
3
|
Konsentris
|
Berambut
|
Datar
|
Agak
kuning
|
C
|
C1
|
2
|
Bundar
dengan Tepian Menyebar
|
Tak
beraturan
|
Datar
|
Putih
transparan
|
D
|
D1
|
1
|
Bundar
|
Berambut
|
Datar
|
Putih
susu
|
2.
Pembahasan
a. Jumlah
mikroba yang terdapat di ruangan yang ber AC dengan suhu 25oC tidak
terlalu banyak. Hal ini dikarenakan kondisi d ruangan AC yang tertutup sehingga
udara di ruangan tersebut tidak terkontaminasi dengan udara di luar ruangan dan
juga karena AC memiliki fungsi untuk menyaring udara.
b. Pada
parkiran UMP dengan suhu 28oC hanya terdapat sedikit mikroba. Hal
ini dikarenakan, udara di parkiran memiliki suhu yang tinggi, akibatnya mikroba
yang terdapat di udara tersebut akan mengalami dormansi, walaupun tidak
benar-benar mati. Mikroba tersebut masih dapat hidup karena menempel pada
partikel debu.
c. Jumlah
mikroba yang terdapat di WC dengan suhu mencapai 28oC adalah yang
paling banyak. Hal ini dikarenakan kondisi di ruangan tersebut sangat tidak
sehat, dimana banyak terdapat mikroba yang berasal dari orang-orang yang buang
air di tempat tersebut.
d. Pada
kantin yang memiliki suhu 24oC terdapat cukup banyak mikroba. Hal
ini dikarenakan, di tempat tersebut banyak orang-orang yang berlalu lalang dan
mengobrol. Sehingga udara di lingkungan tersebut terkontaminasi fari
orang-orang yang berada disana. Mikroba tersebut daap berasal dari percikan air
saat mereka berbicara.
e. Pada
ruangan tanpa AC yang bersuhu 21oC hanya terdapat kandungan mikroba
yang paling sedikit. Hal ini bisa dikarenakan, pada ruangan tersebut tidak
terdapat banyak orang. Sehingga udaranya tidak terkontaminasi.
G. KESIMPULAN
1. Banyak
atau tidaknya jumlah mikroba di udara bergantung pada suhu, kondisi lingkungan
yang berdebu, dan banyaknya jumlah orang-orang yang berada di lingkungan
tersebut.
2. Suhu
yang tinggi tidak dapat mematikan mikroba seutuhnya, karena mikroba tersebut
bisa dormansi dan menempel pada partikel debu.
3. Lingkungan
yang tidak steril seperti WC merupakan tempat yang paling disukai oleh mikroba.
- DAFTAR
PUSTAKA
Agniparamita,
2012. Laporan Tatap Praktikum
Mikrobiologi. (Online), (http://agniparamitalembayung.blogspot.com/2012/04/laporantetap-praktikummikrobiologi.html, diakses
tanggal 24 Desember 2013).
Andre, 2012. Mikrobiologi Udara. (Online), (http://andre4088.blogspot.com/2012
/12/mikrobiologi-udara.html, diakses tanggal 24 Desember 2013).
Irianto,Koes.
2006. Mikrobiologi Menguak Dunia
Mikroorganisme. Bandung: CV. Yrama Widya.
Pelczar dan
Chan. 1988.Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid
2.Jakarta: UI-Press.